13 November 2011

PEMAHAT LAUTAN

Pemahat Lautan?
Ya... apa ada seorang yang mampu memahat lautan?
Rasanya tidak mungkin.
Sama tidak mungkinnya dengan garam menjadi manis dan Februari mencapai 30.



Namun, jangan anda takabur.
Banyak hal yang tidak mungkin menjadi mungkin atas kehendak-Nya.
Banyak orang yang mampu melakukan hal-hal yg tidak banyak orang bisa "menjabani"-nya
Seorang tukang becak mampu menyekolahkan anaknya hingga menjadi dokter, seorang pengamen mampu menjadi pengusaha, seorang tak ber-tangan mampu menjadi pelukis handal, pembantu rumah tangga mampu mencapai gelar doktoralnya, dan masih banyak kisah lain.
Saya menyebut mereka sebagai "SANG PEMAHAT LAUTAN"
Saya mau menjadi mereka!
Masa kuliah yang tak juga selesai...
Pekerjaan ada, namun tak jelas peraduannya...
Usia orang tua yang tak bisa diberhentikan layaknya arus lalu lintas...
Tuntutan akan "Pandangan Publik" terhadap status "Wanita"...
Dan banyak himpitan lain yang apabila saya jabarkan, rasanya saya seperti oang yang menye-menye.
Percayalah... SAYA BELUM MELAKUKAN APA-APA!
Yang saya perbuat selama ini serasa semu, karena nyatanya mimpi dan realita tak pernah bertemu.
Mencoba melalui hari, satu per satu... hanya berpikir, letih, tapi tak tahu harus mulai dari mana.
Sifat buruk saya...
Yang tak mau segera keluar dari hal-hal yang membajak masa-masa muda saya. Seperti teroris! Sadis!
Jangan su'udzon... Jangan berpikir kalau saya... no no no... big no no!
Saya tak suka asap rokok, anti narkoba, dan mengutuk free-sex. Tak habis pikir dengan segala kenakalan dan hura berujung neraka. Amit-amit! Na'udzubillahimindzalik...
Saya tak terjebak di dalam itu semua (Jaga hamba akan itu selalu ya Allah...)
Bukan hal tersebut yang merenggut. Saya tak suka hal-hal kacrut yang berujung maut seperti itu.
Hal lain... banyak hak lain yang tiap orang pasti punya takaran sendiri untuk memandangnya sulit atau mudah.
Mimpi saya untuk menjadi Sang Pemahat Lautan. Tapi rasanya tak mungkin singkat.
Entah karena lautan saya yang terlalu luas atau memang saya belum mampu untuk merengkuh lautan, apalagi harus memahatnya...
Hah, sulit dijabarkan, benar-benar sulit...
Setiap tulisan sudah terangkai, kembali saya hapus karena berbagai alasan. Benar-benar sulit.
Untuk jujur saja, banyak yang saya pertimbangkan.
Hanya dalam sujud, saya bisa lepaskan satu per satu apa yang tersumbat di pelupuk, lepas... bebas...
Jadilah cengeng dan lemah hanya di hadapan-Nya!


Steel your heart coz life is hard!
Pemahat Lautan, penakluk ketidakmungkinan!!
Saya mau...
Mau menjadinya...Bantu hamba Hai Maha Mampu, jadikan hamba menjadi mampu... mampu menjadi PEMAHAT LAUTAN. Amin

Petuah Pakde Dame... Pakde Saya!

Siang itu, 1 Januari 2011...

Kami berangkat dari rumah pakde di Rawa Lumbu sekitar pukul 11.00 siang (saya tidak ingat pasti waktunya).
Siang itu, mobil dipacu menuju Cengkareng, rumah saudara kami. Sebenarnya bukan perjalanan ini yang akan saya "air keraskan" kali ini...

Jadi begini...
Di perjalanan, dengan suara latar dari lagu-lagu "estafet" Jak FM, seperti biasa kami ngobrol ini dan itu... mulai dari bertukar kabar, perbincangan karena melihat kakek tua yang sulit meyeberang, pembahasan tentang iklan-iklan yang saat ini "sepertinya lebih menonjolkan jalan cerita ketimbang produknya sendiri", dan akhirnya sampai pada "petuah pakde".

Pakde Dame, Dame Kresna Budimanto Hamonangan Situmeang. Mungkin banyak yang bertanya-tanya, kok seseorang dengan marga Batak dipanggil dg sebutan pakde?? Ya, begitulah multi ras dalam keluarga kami yang keturunan Sumatera-Jawa (kata orang, pejabat = peranakan jawa batak)

Kembali ke pokok cerita. Begini petuahnya...
Ada seseorang yang sedang menderita suatu penyakit. Dia bingung bagaimana menyembuhkan penyakitnya. Maka dari itu, dia berdoa, meminta, dan pasrah pada Allah SWT. "Ya Allah...sembuhkanlah penyakit hamba ini"

Dalam mimpi orang tersebut, Allah memberikan petunjuk untuk menggunakan "sebuah daun" untuk menyembuhkan penyakitnya. Ketika bangun dari tidurnya, orang itu langsung mencari daun tersebut dan ia gunakan untuk mengobati sakitnya. Alhamdulillah sembuh...
Beberapa hari kemudian, orang ini mengalami sakit kembali. Dengan sigap, orang ini mencari daun itu lagi, berharap daun ini bisa menyembuhkan penyakitnya seperti dulu.
Tapi yang terjadi... penyakitnya tidak serta merta sembuh dengan daun tersebut. Pertanyaannya adalah, "kenapa?"
Orang inipun sama dengan kami yang menanyakan, "Ya Allah, kenapa penyakit hamba kali ini tidak bisa sembuh dengan daun itu?"
Dalam tidurnya, orang ini mendapatkan jawaban dari Allah SWT bahwa saat pertama sakit, orang tersebut dengan penuh percaya dan iman, memohon kesembuhan pada Allah SWT dan Allah melalui daun memberikan kesembuhan. Tapi untuk sakit yang kedua, tanpa sadar dan tanpa sengaja orang tersebut ternyata lebih percaya pada daun ketimbang Tuhannya, Allah SWT. Karena sesungguhnya yang menyembuhkan orang tersebut bukanlah daun, tapi kehendak Allah SWT. Semua penyakit, Allah yang punya dan hanya Allah yang mempunyai kemampuan untuk menyembuhkannya kembali.

Bid'ah memang sangat dekat dengan kita. Bahkan tanpa sadar, bid'ah berdiri bersebelahan dg kita. Na'udzubillahimindzalik.


Om Amir, Pakde Pontas, Mama, Pakde Dame, Pakde Nusa

Begitu, cerita dan petuah Pakde Dame...
Setelah pakde mengakhiri ceritanya, saya jd berusaha mengingat, mengulang rekaman ingatan sejauh mungkin yang saya bisa, terus munduuurrr, dan mencari bid'ah yg tanpa sadar saya lakukan... Astaghfirullah...

Perbincangan tidak berhenti memang, topik yang satu digantikan dg topik yang lain, terkadang diam (saya duga di saat diam inilah ada yg sekedar istirahat bicara, ada juga yg berpikir cerita apa yang bisa diceritakan berikutnya) sampai akhirnya kami sampai di Cengkareng. Tapi hanya ini yg ingin saya ceritakan, tidak yang lain.

Semoga cerita ini bisa bermanfaat untuk saya dan banyak orang. Amin

ANDAI SAYA KOMODO

Di tengah hiruk pikuk kontroversi Pulau Komodo belakangan ini, saya mencoba membayangkan apabila saya adalah seekor komodo yang akhir-akhir ini ramai diperbincangkan.

Andai saya komodo…
aya tidak peduli dengan berbagai jaminan popularitas yang digemborkan berbagai pihak belakangan ini. Karena saya hanya peduli dengan “apakah anak dan cucu saya masih bisa tetap ada untuk tahun-tahun berikutnya, agar pulau ini tidak berubah nama menjadiPopolarity Island, karena komuni saya tergantikan oleh popularitas yang manusia-manusia ini lakukan sekarang”

Andai saya komodo…
Saya tidak perlu repot memikirkan tentang memenangkan kompetisi apapun. Karena bagi saya, setiap wisatawan yang mau mencari saya ya hanya ada di pulau ini. Silahkan cari di bagian dunia lainnya, kalian tidak akan bisa menemukan saya selain di pulau ini (Pulau Komodo). Inilah keajaiban sesungguhnya yang Tuhan titipkan pada saya, bukan keajaiban yang manusia ciptakan dari setiap Rp.1 yang diberikan.

Andai saya komodo…
Saya merasa tidak perlu mendapat tempat binaan karena sesungguhnya tempat terbaik untuk saya hidup adalah alam bebas yang sudah Tuhan bentuk sedari dulu, bahkan sebelum manusia-manusia ini bermunculan. Saya akan lebih memilih tumbuh bersama lingkungan yang Tuhan punya, asli.

Andai saya komodo…
Mungkin saya akan mengingatkan kepada banyak manusia tentang pentingnya kejujuran. Jujur pada diri, jujur pada komuni, jujur pada alam, jujur pada Tuhan. Jujurlah atau kalian akan mati karena kebohonga, selesai!

Andai saya komodo…
Mungkin saya akan mengingatkan kalian bahwa kami juga berhak memiliki kesempatan hidup nyaman tanpa campur tangan manusia terlalu banyak. Bukan hanya masyarakat sekitar dan pariwisata yang perlu dipikirkan. Kalian lupa mencantumkan “kesejahteraan saya” dalam deretan kalimat ciptaan kalian tentang visi-visi indah itu.

Andai saya komodo…
Saya bukan komoditi. Saya hanya komodo yang diciptkan Tuhan dengan segala kelebihan dan kekurangan. Sesederhana itu. Dan semoga kalian mencintai saya dengan sederhana sehingga memberikan ruang yang cukup untuk kami sekedar hidup nyaman. Kalian terlalu posessif terhadap kami!

Andai saya komodo…
Andai saya komodo…
Andai saya komodo…

Mungkin saat ini saya hanya sedang bersantai dengan komuni-komuni saya yang lainnya. Menjulurkan lidah tanpa memikirkan apa yang sedang dunia ributkan. Menikmati indahnya setiap surya yang berganti tugas dengan rembulan. Sebelum semuanya kalian ambil dari kami…
Persetan dengan kalian hai para manusia tamak!